Playing via Spotify Playing via YouTube
Skip to YouTube video

Loading player…

Scrobble from Spotify?

Connect your Spotify account to your Last.fm account and scrobble everything you listen to, from any Spotify app on any device or platform.

Connect to Spotify

Dismiss

Biography

  • Born

    14 August 1945

  • Born In

    Surabaya, Jawa Timur, Jawa, Indonesia

  • Died

    11 April 2019 (aged 73)

Mus Mulyadi (Surabaya, Java, Indonesia, August 14, 1945 - April 11, 2019) was an Indonesian and singer.

He sang in bahasa indonesia. He influenced many javanese pop-jawa singers in Surinam. He was known as "Buaya Keroncong" (Kroncong Crocodile). Some of is his songs are "Kota Solo", "Dinda Bestari", "Telomoyo", and "Jembatan Merah". He was a member the "Favourite Band". His wife is also singer, Helen Sparingga, and his brother is Mus Mujiono known as pop and jazz singer in the midlle of 1980.

Kroncong (pronounced "kronchong"; Indonesian: Keroncong, Dutch: Krontjong) is the name of a ukulele-like instrument and an Indonesian musical style that typically makes use of the kroncong (the sound chrong-chrong-chrong comes from this instrument, so the music is called keronchong), the band or combo or ensemble (called a keronchong orchestra) consists of a flute, a violin, a melody guitar, a cello in pizzicato style, string bass in pizzicato style, and a female or male singer.

Biography -in bahasa

Sebelum terjun sebagai penyanyi, ia terlebih dulu menjadi pelatih band Irama Puspita yang kemudian berubah menjadi nama Dara Puspita. Mus kemudian mendirikan grup band Arista Birawa pada tahun 1964. Ia pemegang bas dan merangkap sebagai vokalis bersama Sonata Tanjung. Bersama Arista Birawa, Mus Mulyadi menelurkan satu album yang diproduksi PT Demita Record pada tahun 1965.

Bersama tiga rekannya, mereka meninggalkan Surabaya dan nekat mengadu nasib ke Singapura pada tahun 1967. Setelah sempat menjadi pengangguran, Mus belajar menciptakan lagu dan muncullah lagu "Sedetik Dibelai Kasih", "Jumpa dan Bahagia", hingga terkumpullah 10 lagu. Ia kemudian menawarkan karya-karyanya itu kepada Live Recording Jurong tahun 1969. Di Singapura, Mus berhasil mendapatkan uang 2.800 dollar Singapura untuk dua LP (piringan hitam).

Setelah mengantungi uang, Mus Mulyadi dan tiga rekannya kembali ke Tanah Air. Di tahun 1971 ia rekaman solo di Remaco diiringi kelompok A. Riyanto, Empat Nada Band. A. Riyanto kemudian mengajaknya bergabung dengan Empat Nada dan jadilah Favourite Band. Mereka lalu rekaman di Musica. Lahirlah lagu: "Cari Kawan Lain", "Angin Malam", "Seuntai Bunga Tanda Cinta", "Nada Indah". Kaset ini ternyata meledak dan Mus Mulyadi kemudian dibuatkan lagu berbahasa Jawa oleh Is Haryanto berjudul "Rek Ayo Rek".

Mus kemudian mencoba menyanyikan lagu keroncong pop, ternyata hasilnya luar biasa dan meledak di mana-mana, seperti lagu Dewi Murni. Kasetnya laku keras. Setelah itu, julukan "buaya keroncong" pun melekat padanya. Saat show ke luar negeri seperti Belanda atau Amerika, ia dikenal sebagai The King of Keroncong.

Tentang cengkoknya yang sangat khas, Mus Mulyadi berujar, "Modal saya cuma berani berimprovisasi. Saya itu punya feeling, biasanya orang kalau dari fa ke mi atau mi ke fa, itu kan hanya dua tangga nada, saya bisa enam tangga nada. Saya berani memainkan tangga nada," begitu kiat si "buaya keroncong" yang telah merilis 80 album keroncong ini.

Edit this wiki

Don't want to see ads? Upgrade Now

Similar Artists

API Calls